Feeds RSS

Kamis, 23 April 2015

PENGARUH LIGAN TERHADAP WARNA ION KOMPLEKS



PENGARUH LIGAN TERHADAP WARNA ION KOMPLEKS
(Laporan Praktikum Kimia Anorganik I)




Oleh
Novita Sari Fasihah
1313023060


unila-logo.jpg




LABORATORIUM PEMBELAJARAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
 
Judul Percobaan          : Pengaruh Ligan Terhadap Warna Ion Kompleks
Tanggal Percobaan      : 08 Desember 2014
Tempat Percobaan       : Laboratorium Pembelajaran Kimia
Nama                           : Novita Sari Fasihah
NPM                           : 1313023060
Fakultas                       : Keguruan da Ilmu Pendidikan
Jurusan                        : Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Program Studi             : Pendidikan Kimia
Kelompok                   : 1 (Satu)


Bandar Lampung, 08 Desember 2014
Mengetahui
Asisten


Irma Ria Ferdianti
NPM.1213023033


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Salah satu sifat unsur transisi adalah memiliki kecenderungan membentuk ion kompleks atau senyawa kompleks. Ion-ion dari unsur logam transisi memiliki orbital-orbital kosong yang dapat menerima pasangan elektron pada pembentukan ikatan dengan molekul atau anion tertentu membentuk ion kompleks
Senyawa kompleks telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu tahapan-tahapan reaksi (mekanisme reaksi) dengan menggunakan ion-ion logam serta ligan yang berbeda-beda. Ligan memiliki kemampuan sebagai donor pasangan elektron sehingga dapat dibedakan atas ligan monodentat, bidentat, tridentat dan polidentat.
Banyak sintesis senyawa kompleks yang telah dilakukan menghasilkan senyawa antara sebagai katalis yang dapat membantu dalam reaksi-reaksi kimia. Salah satu senyawa yang dapat digunakan dalam sintesis kompleks adalah ligan yang berasal dari basa Schiff, dimana senyawa kompleks yang terbebtuk merupakan salah satu senyawa antara yang dapat digunakan untuk bermacam penerapan ilmu, seperti dalam ilmu biologi, klinik dan analitik. Kerja dan aktivitas obat menunjukkan kenaikan setelah dijadikan logam-logam transisi terkhelat yang ternyata lebih baik daripada hanya menggunakan senyawa organik.

Dalam beberapa hal kompleks tidak memberikan reaksi dalam larutan karakteristik ion logam atau ligan tidak kompleks tetapi stabilitas

termodinamik dan kinetik bervariasi sehingga hal ini bukan merupakan kriteria pembentukan senyawa koordinasi.
Ion kompleks terdiri atas ion logam pusat dikelilingi anion-anion atau molekul-molekul membentuk ikatan koordinasi. Ion logam pusat disebut ion pusat atau atom pusat. Anion atau molekul yang mengelilingi ion pusat disebut ligan. Ion pusat merupakan ion unsur transisi, dapat menerima pasangan elektron bebas dari ligan. Pengaruh ligan ini dapat membentuk warna pada ion kompleks. Oleh karena itu, kita akan mempelajari bagaimana pengaruh ligan ini dalam warna ion kompleks.

1.2  Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini ialah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari ligan?
2. Apakah ciri khas ligan?
3. Apa sajakah jenis-jenis ligan?
4. Bagaimanakah pengelompokkan jenis ikatan ligan?
5. Bagaimanakah hubungan ligan dengan bilangan koordinasi?
6. Apakah hubungan antara ligan dengan ion kompleks?

1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1.      Mengetahui pengertian ligan
2.      Mengetahui ciri khas ligan
3.      Mengetahui jenis-jenis ligan
4.      Mengetahui pengelompokkan jenis-jenis ikatan ligan
5.      Mengetahui hubungan ligan dengan bilangan koordinasi
6.      Mengetahui hubungan antara ligan dengan ion kompleks


1.4    Manfaat penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa lebih mengetahui seberapa besar pengaruh ligan terhadap warna ion kompleks


1.5    Batasan Masalah

Untuk memfokuskan pada tujuan makalah, maka penulis membatasi ruang lingkup yang akan dibahas. Adapun batasan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Atom pusat
2.      Ligan
3.      Ciri khas ligan
4.      Bilangan koordinasi
5.      Ligan monodentat dan polidentat
6.      Jenis ikatan pada ligan
7.      Senyawa koordinasi
8.      Senyawa kompleks
9.      Ion kompleks



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banayk digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat era dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relative komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil Nampak mengikuti stokiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan di dalam lingkum konsep valensi yang klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukan jumlah ligan yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom pusat.
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruang yang terbuka sekitar atom atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi yang masing-masing dapat dihuni satu ligan (monidendrat). Pembentukan kompleks dalam analisis organic kualitatif sering terlihat dipakai untuk pemisahan atau isentifikasi. Salah satu fenomena yang paling umu yang muncul bila ion kompleks terbentuk adalah perubahan warna dalam larutan (Vogel, 1979).

Senyawa koordinasi/senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk melalui ikatan koordinasi, yakni  ikatan kovalen koordinasi antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami pada awal penemuannya. Ikatan kovalen koordinasi yang terjadi merupakan ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau anion senyawa tersebut. Ion/atom pusat merupakan ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di pusat

(bagian tengah) sebagai penerima pasangan electron sehingga dapat di sebut sebagai asam Lewis, umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi). Sedangkan ligan atau gugus pelindung merupakan atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian luar sebagai pemberi pasangan elektron sehingga dapat disebut sebagai basa Lewis (Chang,2004).
Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa dalam pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam (atom pusat) dengan ligan. Jika ada enam ligan yang berasal dari arah yang berbeda, berinteraksi dengan atom/ion logam pusat, langsung dengan ligan akan mendapatkan pengaruh medan ligan lebih besar dibandingkan dengan orbital-orbital lainnya. Akibatnya, orbital tersebut akan mengalami peningkatan energi dan kelima sub orbital d-nya akan terpecah (splitting) menjadi dua kelompok tingkat energi. Kedua kelompok tersebut adalah : 1) Dua sub orbital (dx2-dy2, dan dz2) yang disebut dy atau eg dengan tingkat energi yang lebih tinggi, dan 2) Tiga su orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang disebut de atau t2g dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini menunjukkan bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan warna kompleks (Hala, 2008).

Ligan adalah spesies yang memiliki atom-atom yang dapat menyumbangkan sepasang elektron pada ion logam pusat pada tempat tertentu dalam lengkung koordinasi. Sehingga, ligan merupakan basa lewis dan ion logam adalah asam lewis. Jika ligan hanya dapat menyumbangkan sepasang elektron (misalnya NH3 melalui atom N) disebut ligan unidentat. Ligan ini mungkin merupakan anion monoatomik (tetapi bukan atom netral) seperti ion halida, anion poliatomik seperti NO2-, molekul sederhana seperti NH3 atau molekul kompleks seperti piridin C5H5N (Petrucci, 1987).


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1  Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah 1 buah gelas ukur 50mL, 1 buah gelas ukur 10mL, 1 buah gelas kimia 100mL, 1 buah spatula, 6 buah tabung reaksi besar, 1 buah rak tabung reaksi, dan 3 buah pipet tetes.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 3 gram senyawa kobalt yang larut dalam air, 1mL amonia 1M, 1mL larutan KSCN 1M, 1mL larutan KCN 1M, 1mL larutan CuSO4 1M, 1mL larutan NaCl 1M, 1 mL larutan oksalat 1M, dan 50mL aquades.


3.2  Prosedur Percobaan

1.    Melarutkan 3 gram senyawa kobalt yang larut dalam air kedalam 50mL aquades, mengamati perubahan warna yang terjadi
2.    Menyiapkan 5 tabung reaksi besar, kemudian mengisi masing-masing tabung reaksi dengan 5mL larutan kobalt yang telah disiapkan diatas
3.    Menetesi masing-masing tabung reaksi dengan satu jenis larutanligan yang telah disiapkan
4.    Melakukan pengamatan terhadap warna kompleks untuk setiap percobaan


BAB IV
PEMBAHASAN

Atom pusat merupakan logam yang bersifat sebagai asam lewis. Sedangkan ligan, berasal dari bahasa latin yakni “ligare” yang berarti “untuk mengikat”. Pengertian ligan adalah suatu ion atau molekul yang memiliki sepasang elektron atau lebih yang dapat disumbangkan. Ligan merupakan basa lewis yang dapat terkoordinasi pada ion logam atau sebagai asam lewis membentuk senyawa kompleks. Ligan dapat berupa anion atau molekul netral. Jika suatu logam transisi berikatan secara kovalen koordinasi dengan satu atau lebih ligan maka akan membentuk suatu senyawa kompleks, dimana logam transisi tersebut berfungsi sebagai atom pusat. Logam transisi memiliki orbital d yang belum terisi penuh yang bersifat asam lewis yang dapat menerima pasangan elektron bebas yang bersifat basa lewis. Ligan pada senyawa kompleks dikelompokkan berdasarkan jumlah elektron yang dapat disumbangkan pada atom logam.Ikatan kovalen koordinasi adalah ikatan kovalen yang mana pemakaian bersama elektron didonorkan dari salah satu atom pembentuknya yakni ligan (basa lewis) ke atom pusat (asam lewis).
Di antara ciri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan kompleks dalam mana ligan itu terlibat, adalah :
1.  kekuatan basa dari ligan itu,
2.  sifat-sifat penyepitan (jika ada), dan
3.  efek-efek sterik (ruang).
Keinertan atau kelabilan kinetik dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi pengamatan umum berikut ini merupakan pedoman yang baik akan perilaku kompleks-kompleks dari berbagai unsur, yaitu diantaranya :

1.    Unsur grup utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil.
2.    Dengan kekecualian Cr(III) dan Co(III), kebanyakan unsur transisi baris-pertama, membentuk kompleks-kompleks labil.
3.    Unsur transisi baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk kompleks-kompleks inert.
Ligan pada senyawa kompleks dikelompokkan berdasarkan jumlah elektron yang dapat disumbangkan pada atom logam.

1. Ligan Monodentat

Ligan yang terkoordinasi ke atom logam melalui satu atom saja disebut ligan monodentat, misalnya F-, Cl-, H2O dan CO [2]. Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul netral yang merupakan donor elektron. Beberapa ligan monodentat yang umum adalah F-, Cl-, Br-, CN-, NH3, H2O, CH3OH, dan OH-.


Jika ligan tersebut terkoordinasi pada logam melalui dua atom disebut ligan bidentat.Ligan ini terkenal diantara ligan polidentat. Ligan bidentat yang netral termasuk diantaranya anion diamin, difosfin, dieter.
Ligan Bidentat
Gambar 1. Contoh Ligan Bidentat
3. Ligan Polidentat (Senyawa Kelat)

Ligan yang telah dibahas sebelumnya, seperti NH3 dan Cl dinamakan ligan monodentat (bahasa Latin: satu gigi). Ligan-ligan ini memiliki atom donor tunggal yang dapat berkoordinasi dengan atom pusat. Beberapa ligan dapat memiliki dua atau lebih atom donor yang dapat dikoordinasikan dengan ion logam sehingga dapat mengisi dua atau lebih orbital d ion logam. Ligan seperti itu dinamakan ligan polidentat (bahasa Latin: bergigi banyak).
(a) Struktur etilendiamin (b) Struktur ion kompleks [Co(en)3]3+ (c) Struktur EDTA
Gambar 2. (a) Struktur etilendiamin (b) Struktur ion kompleks [Co(en)3]3+ (c) Struktur EDTA.
Oleh karena ligan polidentat dapat mencengkeram ion logam dengan dua atau lebih atom donor, ligan polidentat juga dikenal sebagai zat pengkelat. Contoh ligan polidentat seperti etilendiamin (disingkat en) dengan rumus struktur pada Gambar 2a.

Ligan en memiliki dua atom nitrogen, masing-masing dengan sepasang elektron bebas yang siap didonorkan. Atom-atom donor ini harus saling berjauhan agar keduanya dapat mengkoordinasi ion logam membentuk kompleks dengan posisi berdampingan.
Zat pengkelat seperti EDTA pada Gambar 2c sering digunakan dalam analisis kimia, terutama dalam menentukan kadar ion kalsium dalam air. Ion EDTA4– memiliki enam atom donor (4 dari gugus COO, 2 dari atom N). Dengan EDTA, tingkat kesadahan air dapat diukur. Dalam bidang kedokteran zat pengkelat sering digunakan untuk mengeluarkan ion logam, seperti Hg2+, Pb2+, dan Cd2+. Dalam sistem tubuh terdapat zat pengkelat, seperti mioglobin dan oksihemoglobin.

Teori mengenai ikatan dalam senyawa kompleks mulai berkembang sekitar tahun 1930. Sampai dengan saat ini ada 3 teori yang cukup menonjol :
a.         Teori Ikatan Valensi (Valence Bond Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Linus Pauling  sekitar tahun 1931. Teori  ini menyatakan bahwa ikatan antara ligan dengan logam merupakan ikatan kovalen koordinasi, dengan pasangan elektron bebas yang disumbangkan oleh ligan. Logam pusat menyediakan orbital-orbital kosong yang telah mengalami hibridisasi untuk ditempati oleh PEB dari ligan. Jenis hibridisasi orbital menentukan bentuk geometris senyawa kompleks yang terbentuk. Pembentukan ikatan dalam senyawa kompleks juga dapat ditinjau sebagai reaksi Asam-Basa Lewis, dimana ligan merupakan Basa Lewis yang memberikan PEB.
Hibridisasi
Geometris
Contoh
sp2
Trigonal planar
[HgI3]-
sp3
Tetrahedral
[Zn(NH3)4]2+
d2sp3
Oktahedral
[Fe(CN)6]3-
dsp2
Bujur sangkar/ segi empat planar
[Ni(CN)4]2-
dsp3
Bipiramida trigonal
[Fe(CO)5]2+
sp3d2
Oktahedral
[FeF6]3-
Pembentukan ikatan melibatkan beberapa tahapan, meliputi promosi elektron; pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam dengan ligan melalui overlap antara orbital hibrida logam yang kosong dengan orbital ligan yang berisi pasangan elektron bebas.
Pada hibridisasi yang melibatkan orbital d, ada dua macam kemungkinan hibridisasi. Jika dalam hibridisasi orbital d yang dilibatkan adalah orbital d yang berada di luar kulit dari orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks yang terbentuk disebut sebagai kompleks orbital luar, atau outer orbital complex. Sebaliknya, jika dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah orbital d di dalam kulit orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks tersebut dinamakan kompleks orbital dalam atau inner orbital complex. Umumnya kompleks orbital dalam lebih stabil dibandingkan kompleks orbital luar, karena energi yang dilibatkan dalam pembentukan kompleks orbital dalam lebih kecil dibandingkan energi yang terlibat dalam pembentukan kompleks orbital luar. Untuk menghibridisasi orbital d yang berada di dalam orbital s dan p diperlukan energi yang lebih kecil, karena tingkat energinya tidak terlalu jauh.
Contoh :
v  [Ni(CO)4]; memiliki struktur geometris tetrahedral
Ni28      : [Ar] 3d8  4s2 
           
: [Ar]
                                          3d8                   4s2             4p0
Ø  Elektron pada orbital 4s mengalami promosi ke orbital 3d, sehingga orbital 4s kosong dan dapat mengalami hibridisasi dengan orbital 4p membentuk orbital hibrida sp3.

b.    Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory)
Teori ini mula-mula diajukan oleh Bethe (1929) dan Vleck (1931 – 1935), dan mulai berkembang sekitar tahun 1951. Teori ini merupakan usaha untuk menjelaskan hal-hal yang menjadi kelemahan dari Teori Ikatan Valensi.
Dalam Teori Medan Kristal (TMK),  interaksi yang terjadi antara logam dengan ligan adalah murni interaksi elektrostatik. Logam yang menjadi pusat dari kompleks dianggap sebagai suatu ion positif yang muatannya sama dengan tingkat oksidasi dari logam tersebut. Logam pusat ini dikelilingi oleh ligan-ligan bermuatan negatif atau ligan netral yang memiliki pasangan elektron bebas (PEB). Jika  ligan merupakan suatau spesi netral/tidak bermuatan, maka sisi dipol negatif dari ligan terarah pada logam pusat. Medan listrik pada logam akan saling mempengaruhi dengan medan listrik ligan.
Dalam Teori Medan Kristal, berlaku beberapa anggapan berikut :
  1. ligan dianggap sebagai suatu titik muatan
  2. tidak ada interaksi antara orbital logam dengan orbital ligan
  3. orbital d dari logam kesemuanya terdegenerasi dan memiliki energi yang sama, akan tetapi, jika terbentuk kompleks, maka akan terjadi pemecahan tingkat energi orbital d tersebut akibat adanya tolakan dari elektron pada ligan, pemecahan tingkat energi orbital d ini tergantung orientasi arah orbital logam dengan arah datangnya ligan

c. Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory)
Teori Medan Kristal didasarkan atas asumsi bahwa interaksi yang terjadi antara ligan dan logam pusat murni merupakan interaksi elektrostatik. Teori ini dapat menjelsakan bentuk geometris; spektra; dan kemagnetan dari senyawa kompleks dengan memuaskan. Meskipun demikian, teori ini mengabaikan kemungkinan terbentuknya ikatan kovalen dalam kompleks, hal ini ternyat bertentangan dengan fakta yang diperoleh sdari sejumlah eksperimen. Beberapa kelemahan dari Teori Medan Kristal adalah sebagai berikut :
1.            Sejumlah senyawa dengan tingkat oksidasi nol (misalnya pada kompleks [Ni(CO)4] tidak mengalami gaya tarik-menarik elektrostatik antara logam dengan ligan, sehingga dapat dipastikan bahwa ikatan yang terbentuk dalam kompleks merupakan suatu ikatan kovalen
2.            Urutan ligan dalam spektrokimia tidak dapat dijelaskan hanya dengan berdasarkan pada keadaan elektrostatik
3.            Bukti dari spektrum resonansi magnetik inti dan resonansi spin elektron menunjukkan keberadaan densitas elektron tidak berpasangan pada ligan, hal ini mengindikasikan adanya pembagian elektron bersama, sehingga dapat diasumsikan terjadi kovalensi dalam kompleks

Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) melibatkan pembentukan ikatan kovalen. Dalam Teori Orbital Molekul (TOM), ikatan dalam kompleks terjadi melalui pembentukan orbital molekul. Orbital molekul merupakan orbital yang terbentuk sebagai kombinasi antara orbital atom yang dimiliki logam dengan orbital atom yang dimiliki oleh ligan. Oleh karena itu orbital molekul dapat dipelajari dengan menggunakan pendekatan Linear Combination Atomic Orbital (LCAO). Setiap penggabungan orbital atom menjadi orbital molekul akan menghasilkan orbital bonding (orbital ikatan) dan orbital antibonding (orbital anti ikatan). 
Senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk melalui ikatan koordinasi, yakni  ikatan kovalen koordinasi antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami pada awal penemuannya. Ikatan kovalen koordinasi yang terjadi merupakan ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau anion senyawa tersebut. Ion/atom pusat merupakan ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di pusat (bagian tengah) sebagai penerima pasangan electron sehingga dapat di sebut sebagai asam Lewis, umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi). Sedangkan ligan atau gugus pelindung merupakan atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian luar sebagai pemberi pasangan elektron sehingga dapat disebut sebagai basa Lewis.

Senyawa kompleks pertama kali ditemukan oleh Tassert (1798), yaitu CoCl3.6NH3. Senyawa tersebut dianggap aneh karena terbentuk oleh 2 senyawa stabil yang masing-masing valensinya sudah jenuh. Hal ini baru bisa dipahami setelah waktu berlalu sekitar 100 tahun.

Tata nama senyawa kompleks disusun berdasarkan aturan Alfred erner, pakar Kimia Swiss yang sudah bekerja meneliti senyawa kompleks lebih dari 60 tahun. Aturan penamaannya adalah sebagai berikut.
1. Tata nama untuk ligan bermuatan negatif ditambah akhiran –o, contoh:
1.        Ligan
2.        Nama
3.        Ligan
4.        Nama
5.        F-
6.        Fluoro
7.        NO3
8.        Nitrato
9.        Cl-
10.    Kloro
11.    OH
12.    Hidrokso
13.    Br-
14.    Bromo
15.    O2
16.    Okso
17.    I-
18.    Iodo
19.    NH2
20.    Amido
21.    CN-
22.    Siano
23.    C2O4
24.    Oksalato
25.    NO2-
26.    Nitro
27.    CO32–
28.    Karbonato
29.    ONO-
30.    Nitrito


1.        Tata nama untuk ligan netral digunakan nama molekulnya, kecuali empat ligan yang sudah dikenal umum, seperti a ua (H2O), amina (NH3), karbonil (CO), dan nitrosil (NO).
2.        Nama ligan diurut menurut alfabetis (urutan ligan adalah pertama nama ligan negatif, nama ligan netral, dan nama ligan positif).
3.        Jika lebih dari satu ligan yang sama digunakan kata depan di– (dua), tri– (tiga), tetra– (empat), dan seterusnya.
4.        Jika nama ligan dimulai dengan huruf vokal untuk ligan polidentat, penomoran menggunakan awalan bis– (dua), tris– (tiga), dan tetrakis–(empat).
5.        Nama ligan dituliskan terlebih dahulu diikuti nama atom pusat.
6.        Jika kompleks suatu kation atau molekul netral, nama atom pusat dituliskan sama seperti nama unsur dan diikuti oleh angka romawi dalam kurung yang menunjukkan bilangan oksidasinya.
7.         Jika kompleks suatu anion, penulisan nama dimulai dari kation diikuti nama anion.
8.         Jika kompleks suatu anion, akhiran –at ditambahkan kepada nama induk logam, diikuti angka romawi yang menyatakan bilangan oksidasi logam.
Contoh ion kompleks berupa kation:
[Co(NH3)6]Cl3 → heksaaminkobalt(III) klorida
[Pt(NH3)4Cl2]2+ → ion tetraamindikloroplatina(IV)
[Co(NH3)6]Cl3 → heksaaminkobalt(III) klorida
Contoh ion kompleks yang netral:
[Pt(NH3)2Cl4] → diamintetrakloroplatina(IV)
[Co(NH3)3(NO2)3] → triamintrinitrokobalt(III)
[Ni(H2NCH2CH2NH2)2Cl2] → diklorobis(etilendiamin)nikel(II)
Contoh ion kompleks berupa anion:
K3[Co(NO2)6] → kalium heksanitrokobaltat(III)
[PtCl6]2 → ion heksakloroplatinat(IV)
Na2[SnCl6] → natrium heksaklorostanat(IV)
Senyawa koordinasi terdiri dari ion kompleks dan ion lain untuk menetralkan muatannya (ion counter). Ion kompleks terdiri dari atom pusat (logam atau transisi) yang berikatan dengan ion lain yang disebut ligan. Contoh senyawa kompleks:
 [Co(NH 3 )6]CI 3 → [Co(NH 3 )6]3+ + 3CI
Bentuk geometri: oktrahedral.
[Co(NH 3 )6]3+ sebagai ion kompleks yang bermuatan positif.
CI sebagai ion penetralnya atau ion counter.
·Senyawa kompleks bereaksi seperti elektrolit dalam air, kedua ion memisah.
·Ion kompleks bereaksi seperti ion poliatomik, atom pusat dan ligannya tetap berikatan.
Penulisan Senawa kompleks:
1.      Kation ditulis sebelum anion.
2.      Muatan kation seimbang dengan anion.
3.      Ion kompleks ditulis dalam tanda kurung besar, ligan netral ditulis sebelum ligan anion.
Kation kompleks mempunyai ion pusat negatif.
Contoh: [Co(NH3)4Cl]CI
Ion counter: Cl-
Ion kompleks: [Co(NH3)4Cl2]+ (kation kompleks)
Muatan Co:
 (ion pusat bermuatan negatif)
Anion kompleks mempunyai ion pusat positif.
Contoh: K2[Co(NH3)CI 4]
Ion counter: K+
Ion kompleks: [Co(NH3)CI4]2- (anion kompleks)
Muatan Co:  (ion pusat bermuatan positif)

Tata Nama Senyawa Kompleks

1.             Kation ditulis sebelum anion.
2.             Dalam ion kompleks ligan diberi nama urut abjad, sebelum ion logam.
3.             Ligan netral menggunakan nama molekul, ligan anion diberi akhiran –ida atau –o.
4.             Awalan numerik menunjukkan jumah ligan, tidak mempengaruhi urutan nama.
5.             Iom logam ditulis dengan bilangan oksidasi di dalam kurung, jika memunyai lebih dari satu bilangan oksidasi.
6.             Pada anion kompleks ion logam diberi akhiran –ate.
Contoh:                                       
K[Pt(NH3)CI5] diberi nama “Potassium Amminepemachloroplatinate(IV)
Ion kompleks adalah senyawa ionik, di mana kation dari logam transisi berikatan dengan dua atau lebih anion atau molekul netral. Dalam ion kompleks, kation logam unsur transisi dinamakan atom pusat, dan anion atau molekul netral terikat pada atom pusat dinamakan ligan (Latin: ligare, artinya mengikat). Menurut teori asam-basa Lewis, ion logam transisi menyediakan orbital d yang kosong sehingga berperan sebagai asam Lewis (akseptor pasangan elektron bebas) dan ion atau molekul netral yang memiliki pasangan elektron bebas untuk didonorkan berperan sebagai basa Lewis. Contoh ion kompleks adalah [Fe(H2O)6]3+. Atom Fe bermuatan 3+ dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s0. Oleh karena atom Fe dapat mengikat enam molekul H2O (netral), atom Fe harus menyediakan enam buah orbital kosong. Hal ini dicapai melalui hibridisasi d2sp3. Proses hibridisasinya adalah sebagai berikut.Konfigurasi dari ion Fe3+:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8K61QWEcXKQCaHV8nH4ILmxTbZXawJJxCRgwZNtv2YNoMpOFpso9d8QmeVjsXcFJA7cZZk4MDXGGbkXidawTYM0HgUAIsw0pHwSiWzqbCjdh1xInzL6J8ZlVz1_3eADWnyPn2hD6bHtA/s1600/Konfigurasi-dari-ion-Fe3%252B-2182013.jpg
Oleh karena memerlukan enam orbital kosong, hibridisasi yang terjadi adalah d2sp3, yakni 2 orbital dari 3d, 1 orbital dari 4s, dan 3 orbital dari 4p. Keenam orbital d2sp3 selanjutnya dihuni oleh pasangan elektron bebas dari atom O dalam molekul H2O.
Molekul atau ion yang bertindak sebagai ligan, yang terikat pada atom pusat, sekurang-kurangnya harus memiliki satu pasang elektron valensi yang tidak digunakan, misalnya Cl–, CN–, H2O, dan NH3, seperti ditunjukkan pada struktur Lewis Gambar 4.3.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjP8maJcYObcaN4jkUQ3ixkJ6rUXN9_icR4vTXcz4YCLtTKcyghO5UjTeHQMvM5tfJceAlYnyPM8Sl-9RtEfbKzO3ox6UkU6xw5kfHseGRMm-XmE_BZ1I5Vh3xc4LCIU4St50vneH3pA88/s1600/Ligan-H2O-dan-NH3-2182013.jpg
Gambar 4.3 (a) Ligan H2O (b) Ligan NH3
Pada pembentukan ion kompleks, ligan dikatakan mengkoordinasi logam sebagai atom pusat. Ikatan yang terbentuk antara atom pusat dan ligan adalah ikatan kovalen koordinasi. Penulisan rumus kimia untuk ikatan koordinasi dalam senyawa kompleks digunakan tanda kurung siku. Jadi, dalam rumus [Cu(NH3)4]SO4 terdiri atas kation [Cu(NH3)4]2+dan anion SO42–, dengan kation merupakan ion kompleks. Senyawa yang terbentuk dari ion kompleks dinamakan senya a kompleks atau koordinasi. Ion kompleks memiliki sifat berbeda dengan atom pusat atau ligan pembentuknya. Misalnya, pada ion kompleks Fe(SCN)2+, ion SCN tidak berwarna dan ion Fe3+ berwarna cokelat. Ketika kedua spesi itu bereaksi membentuk ion kompleks, [Fe(SCN)6]3– warnanya menjadi merah darah. Pembentukan kompleks juga dapat mengubah sifat-sifat ion logam, seperti sifat reduksi atau sifat oksidasi. Contohnya, Ag+ dapat direduksi oleh air dengan potensial reduksi standar:
Ag+(aq) + e– → Ag(s) Eo = +0,799 V
Namun ion [Ag(CN)2] tidak dapat direduksi oleh air sebab ion Ag+ sudah dikoordinasi oleh ion CN menjadi stabil dalam bilangan oksidasi +1.
[Ag(CN)2](aq) + e– → Ag(s) Eo = –0,31 V




BAB V
KESIMPULAN



Adapun kesimpulan yang didapat dari hasil pembahasan adalah
sebagai berikut:
1.      Senyawa kompleks adalah senyawa yang terdiri dari suatu ion atau atom pusat (biasanya ion logam transisi) dan beberapa anion atau molekul netral yang terikat langsung pada ion atau atom pusat melalui ikatan kovalen koordinasi.
2.      Dalam ion kompleks, kation logam unsur transisi dinamakan atom pusat, dan anion atau molekul netral terikat pada atom pusat dinamakan ligan
3.      Berdasarkan jenis ikatannya ligan dikelompokan menjadi ikatan valensi, medan kristal, dan orbital molekul
4.      Ikatan yang terbentuk antara atom pusat dan ligan adalah ikatan kovalen koordinasi
5.      Jenis ligan dapat dikelompokkan menjadi ligan monodentat,ligan bidentat, ligan tridentat, dan ligan polidentat

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2013. Contoh Ligan Monodentat, Bidentat, Polidentat, Senyawa Kelat, Contoh, Kegunaan, Kimia. Diakses pada http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/08/contoh-ligan-monodentat-bidentat-polidentat.html. pada tanggal 8 Desember 2014 pukul 05.00 WIB.

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar. Jakarta. Erlangga.
Hala S. Saad El-Dein, Ali Usama F. 2008. Production and Partial Purification of Cellulase Complex by Aspergillus niger and A. nidulans Grown on Water Hyacinth Blend. Journal of Applied Sciences Research, 4(7): 875-891.
Petrucci, H. Ralph dan Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga
Vogel.1979.  Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semi Mikro. Jakarta: PT.Kalman Mdia Pustaka.

0 komentar:

Posting Komentar